Kamis, 12 November 2015

Pagi Ini , Hampir Sendu (2)

Seperti biasa, rutinitas saat pagi adalah bangun dan bersiap untuk berangkat kerja. Kerja, rutinitas yang mengikat, mengharuskan tepat waktu, demi mengerjakan jajaran tugas2 yang tentunya cukup melelahkan mata. Setelah mandi, aku menyempatkan diri berkaca membenarkan kerudung. 
Di depan kaca aku sempat melihat ayah keluar kamar dan duduk di kursi ruang tamu. Dari sudut mata, aku dapat melihat tubuhnya yang kini tak segagah dulu menggunakan kaos dan celana pendek seadanya duduk di kursi dengan meluruskan kakinya, sesekali beliau memijat sendiri kaki bagian betisnya. Aku tahu, ayah bukan orang yang mudah mengeluh, beliau tak berkata sepatah kata pun meski aku yakin beliau merasakan sesuatu di kakinya.
Ayah, sepertinya baru kemarin aku berada di gendonganmu saat mengantuk. Sepertinya baru kemarin engkau mengantarku masuk sekolah untuk pertama kalinya. Sepertinya baru kemarin aku selalu merengek meminta sesuatu padamu. Kini, seolah aku belum bisa membalas semuanya, ketika tubuhmu yang mulai ringkih, kerut-kerut di dahi yang mulai banyak bermunculan, dan rambut-rambut putih menghiasi kepalamu ayah....
Ayah, aku mencintaimu..... 
Kini kusadari, sebenar-benarnya sosok pahlawan adalah seorang ayah.......

Ayah......

Senin, 10 Agustus 2015

ALONE....

Salah satu perasaan yang cukup menyedihkan adalah ketika merasa sendiri.
Berbagi...
Mendengar....
Berbicara...
Semuanya tak bisa dilakukan sendiri.

Rabu, 01 Juli 2015

Rumah Maya Sederhana yang Sangat Menginspirasi

Sebenarnya ini hanyalah hal kecil yang saya lakukan di sela himpitan tugas kantor yang begitu padat. Menjelajah dunia maya dan dari sanalah saya menemukan sebuah inspirasi, cukup untuk mengingatkan serta membuat saya tersadar, terutama untuk selalu besyukur....

Dua bulan sudah saya duduk di kursi ini. Diantara beberapa rekan yang sibuk mengutak atik komputer jinjing terbuka di masing-masing mejanya. Bersyukur, setelah sekian lama mencari, akhinya rejeki saya dipertemukan di ruangan yang tidak terlalu besar dan berkutat dengan data-data yang tidak sedikit ini. Tak pelak tugas yang mengharuskan untuk dikerjakan sempat membuat saya jenuh, di sela waktu itulah saya mulai mengetik beberapa deret huruf demi menjelajahi dunia maya.
Satu bulan yang lalu, setelah mencoba menjelajahi dunia maya sesuai minat saya, saya menemukan satu rumah maya (blog) yang sangat menginspirasi. Seorang dokter yang bertugas di pedalaman benua Afrika ini lewat postingan-postingannya mampu menyentuh hati pembacanya. Pengalaman-pengalamannya menangani pasien di Benua Afrika itu mampu mengusik naluri saya. Betapa kemanusiaan ternyata masih tersisa di hati beberapa orang sepertinya di tengah modernisasi yang meraja ini. Virus-virus yang melanda, kekhawatiran akan segala hal buruk yang mungkin, serta banyak hal lagi pengalaman yang dibagikan untuk kami para pembaca sangat menggugah naluri kami, seolah merasa kecil, kami memang seharusnya bersyukur atas apa yang kami dapatkan. Akan banyak hikmah-hikmah atau pelajaran dibalik semuanya.
Seolah caranya bercerita membuat kami masuk kedalam lorong-lorong rasa ketika menghadapi semuanya, termasuk kematian yang tak jarang ia hadapi.
Bersama para pasien yang teleh dinggapnya keluarga, ia menjalani semuanya dengan caranya sendiri. Terima kasih telah membuat blog yang begitu menginspirasi, terima kasih telah mengingatkan kita dengan cerita kehidupanmu...

Ini quote yang paling saya suka:
Baja terkuat di tempa di tungku api terpanas!
                                                            @justHityou

Kamis, 25 Juni 2015

(Jatuh) di Pelupuk Matamu

Kamu adalah lagu-lagu indah ditengah hari
Kamu adalah lengkung di sudut bibir ditengah senja
Kamu adalah bintang-bintang mimpi ditengah gelapnya malam

Candi bagi angan-angan yang melayang
Magnet bagi ekor mata yang mengikuti wajahmu

Melihat punggungmu berhiaskan tas punggung sempat membuatku khawatir..
Aku takut kamu pergi, padahal tak pernah aku mengenalmu........

Kamis, 11 Juni 2015

Pagi Ini, Hampir Sendu

pagi ini, kubuka mataku ketika matahari masih malu-malu menampakkan dirinya. pagi ini, yang pertama kulihat adalah kecantikan ibuku setelah menorehkan pewarna pada bibir indahnya, kerut wajahnya yang sedikit tersamarkan oleh bedak, dan garis alisnya yang tertoreh rapih. tak seperti biasanya, semalam ibuku menyempatkan memasak demi aku membawa bekal bekerja pagi ini. pagi ini, semuanya telah siap. kusapa ibuku,
"mau kemana?"
"ke puskesmas, antarkan ibu dulu..."
dengan melenggang ke kamar mandi, aku mengangguk setuju. karena kami hanya hidup sederhana, kami mengikuti program pemerintah yang mengharuskan kami mngikuti prosedur ini itu, sehingga hanya pada tingkat puskesmas dahulu kami berobat.

kulihat jarum jam yang panjang sudah melewati angka 12, itu artinya kini sudah pukul 7 lebih, dan setengah jam lagi adalah jam masuk kantor. dengan tergesa aku bersiap dan segera menaiki motor.
kemudian,
"ada uang 5000? ibu harus pulang naik angkot."
dengan tergesa aku menjawab, "uangku sudah habis, hampir tak cukup untuk bulan ini."
tak ada jawaban lagi dari ibu, kami pun segera berangkat.

sampai di perempatan dekat puskesmas, ibuku berkata,
"sudah jam berapa? tidak terlambat kamu mengantar ibu dulu?'
aku hanya menggelengkan kepala.
"ibu turun saja disini, jalan sedikit tak apalah."
"jangan bu, biar kuantar sampai depan puskesmas."

lampu mendadak hijau, aku mulai melaju. hingga sampai di depan puskesmas.
"sudah, cepat berangkat, nanti terlambat."
"ibu jadi minta uang?"
"5000 saja, untuk naik angkot"
saat itu kebetulan tak ada lagi uang kecil selain selembar 20000an di dompetku.
"hanya ada ini bu.."
"jangan, bawa saja, ibu ada uang"
"brapa bu?"
ibu mengeluarkan dua lembar uang dari kantongnya, selembar 1000an dan selembar lagi 2000an.
"itu tidak cukup bu, bawa saja uang ini."
"lalu kamu bagaimana?"
"begini saja, mana uang ibu, kutukar dengan ini."
lalu kami pun bertukar uang, langsung saja aku pamit, kulihat jam sudah hampir setengah delapan.

pagi ini, hampir sendu.
kuingat kembali peristiwa tadi.
kubukan bekal makanan dari ibuku.
ibuku tercinta.....

Rabu, 10 Juni 2015

Ketika rindu telah menjadi candu...

aku benci....
merindukan semerbak tubuhmu ketika terbawa angin
merindukan pemandangan punggunggmu berbalu kemeja bermotif garis-garis tipis...

Aku benci...
menganggapmu adalah sempurna.

Ada lagi, ada lagi yang menyaru wajahmu...
sejauh waktu berjalan, ekor mataku selalu mengikutinya

Bukan, bukan wajah yang menawan.
Bukan kata yang indah memesona.

Bukan itu,

Entah, semua yang ada di dirimu sepertinya sempurna untukku.
Anganku....

Sekali lagi, aku benci rasa ini...

Hanya Rangkaian Kata (Tak Berarti)

Kamu datang lagi. Kali kedua, dengan sejuta pesona yang sempat kau kenalkan pada sepasang netra yang tak sengaja memandangmu. Bentuk tubuh itu, cara berpakaian yang seolah tak ingin sedikitpun melewatkan kerapihan, cara berjalan dan berbicara, senyum itu, dan.... satu lagi, kecerdasan yang seakan hanya kau yang punya. Kamu, hampir sama persis dengannya. Orang yang datang di masa lalu, yang tidak serta merta mudah hilang dalam pikiran. Sama sekali tak bermaksud menyamakan, namun bayangannya begitu saja muncul ketika melihatmu. Salahkah kini jika ada sebersita angan tentangmu??

Jumat, 05 Juni 2015

this is amazing...

Kamu adalah semua kidung riang pagi
yang dapat didendangkan senja, tak tergantikan....

@justHityou



Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggung saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa...



Hanya Isyarat - Rectoverso