Entah, mengapa saya selalu mengingat peristiwa ini, bukan peristiwa tepatnya, tapi sebuah pertanyaan dalam benak saya.Kala itu saya masih mengenakan baju merah putih, menuju tempat yang saya sebut sekolah. Seperti biasa, disana sudah cukup ramai teman-teman dengan menggunakan baju yang sama. Semacam keharusan yang semestinya kita taati,tanpa tau maksud dan gunanya. Tepat di belakang sekolah saya, mungkin jaraknya sekitar satu blok, berdiri sebuah tembok yang tentu saja bagi anak seusia saya kala itu cukup tinggi. Kotor, berdebu, dan terlihat kokoh berdiri. Pertanyaan saya, apa yang ada di balik tembok itu? Bahkan tak jarang saya mendengar dentuman keras bagai besi yang menghantam sesamanya, atau derit besi yang seolah-olah ditarik kuat dan menggeser tanah, deru mesin yang tak pernah berhenti berputar yang kadang memekakkan telinga. Benarkah raksasa bertubuh besi itu tinggal disana? Lalu apa yang dilakukannya disana? Benarkah ia berkelahi dengan sesamanya demi memperebutkan kami untuk kemudian menjadi santapan makan siangnya?
Tapi kini, raksasa itu benar-benar telah menguasai kota kami,membunuh kesejukkan dalam kota ini. Besi tua yang dulu kokoh telah teronggok begitu saja. Tak jarang ia batuk dan mengeluarkan debu serta asap.Ketika matahari masih malu-malu menampakkan dirinya dan kadang bersembunyi di balik gumpalan putih selembut kapas, ketika jalan-jalan sudah dipenuhi deru kendaraan dengan polusi tanpa ampun, ketika beberapa orang mengenakan baju yang sama persis dan berbondong-bondong menuju tempat yang sama, semakin tampak kota ini tua dan kuyu. Tak mampu lagi menampakkan kesegarannya, mungkin pohon-pohonpun juga enggan berdiri dan tumbuh disini.
Sayangnya justru disinilah tempat kami mencari sesuap nasi, segenggam berlian. Raksasa besi itu telah menjadi sumber kehidupan sekaligus membunuh kota kami...
-diya-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar